Lokasi semburan lumpur
ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten
Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan
kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol
(Kabupaten
Pasuruan) di sebelah selatan. Lokasi
semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya
merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Hingga saat ini,
semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang
dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut.
Tragedi lumpur lapindo
dimulai pada tanggal 28 mei 2006. Awalnya, lumpur lapindo itu menyembur di
sebuah sawah dekat tempat pengeboran gas yang dimiliki oleh PT lapindo brantas.
Lumpur
menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa
dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat
untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga
menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong dengan total warga yang
dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan 25.000 jiwa mengungsi dikarenakan
tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam
lumpur, selain itu lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus
2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di
Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring, lahan padi seluas 172,39 ha di
Siring Jabon dan Pejarakan Jabon, serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2
sapi dan 7 ekor kijang. Dalam tragedy tersebut sekitar
30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan
merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena
dampak lumpur ini. Empat
kantor pemerintahan dan sarana pendidikan juga tak berfungsi dan para pegawai
juga terancam tak bekerja.
Masalah lain
yang timbul akibat tragedy lumpur lapindo ini adalah meledaknya pipa gas milik Pertamina
akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas
terendam, serta ditutupnya ruas jalan tol
Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan
mengakibatkan kemacetan dan tak kurang
600 hektar lahan terendam sehingga saluran listrik dan telepon juga tidak
berfungsi.
Dalam
peristiwa tersebut juga terjadi beberapa peristiwa diantaranya yaitu pengusiran
dan pemindahan penduduk secara paksa. Pelaku dalam pemindahan penduduk secara
paksa tersebut bukanlah aparat Negara melainkan karena lingkungan sekitar warga
yang semakin melebar kerusakannya akibat semburan lumpur lapindo. Melihat
kejadian di atas, dapat disimpulkan bahwa kejadian tersebut merupakan
pelanggaran HAM berat kategori kejahatan kemanusiaan.
Sedangkan
jika dilihat dari sudut pandang sumber hokum HAM berupa Tap MPR No
XVII/MPR/1998, maka sangat banyak polanggaran HAM yang terjadi dalam tragedy
lumpur lapindotersebut, beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Pelanggaran Hak untuk hidup
Dalam
tragedy lapindo, hak setiap orang untuk hidup
tentram,aman,damai,bahagia,sejahtera lahir batin dan hak atas lingkungan hidup
yang sehat dan baik kini telah dilanggar karena sudah jelas dengan adanya
semburan lumpur lapindo tersebut telah membuat hidup warga tidak tentram dan
lingkungan merekapun menjadi tidak sehat.
2.
Hak mengembangkan diri
Akibat
semakin meluasnya semburan lumpur lapindo yang membuat warga diharuskan untuk
pindah tempat tinggal, hal tersebut juga mengakibatkan tidak berfungsinya
sarana pendidikan sehingga pendidikan sebagian anak korban lapindo menjadi
terbengkelai dan terhenti. Karena hal itulah secara jelas hak mereka untuk
mengembangkan diri dengan pendidikan yang mereka miliki telah dilanggar
sehingga mereka tidak mengenyam kesempatan itu.
3.
Hak atas informasi
Dalam
tragedy lumpur lapindo ini setidaknya ada hak atas informasi yang dilanggar.
Karena informasi yang disampaikan oleh pihak perusahaan kepada warga bahwa
tanah lokasi sumur BJP-1 dibeli bukan untuk pengeboran tetapi untuk kandang
ayam. Jelas dalam kasus tersebut hak atas informasi yang diperoleh warga telah
dilanggar karena pihak perusahaan tidak memberikan informasi yang sebenarnya
kepada warga.
4.
Hak keamanan
Pelanggaran
atas hak keamanan warga dalam tragedy lapindo ini sangat jelas terlihat karena
dengan mereka dipindah secara paksa sudah pasti dalam lingkungan mereka yang
baru(pengungsian) rasa aman tersebut sangatlah minim disbanding saat mereka
tinggal dirumahnya semula. Sedangkan apabila mereka kembalike tempat tinggal
semula mereka, maka rasa aman itupun juga tidak akan didapat. Karena dengan
bahayanya semburan lumpur tersebut maka dapat mengancam keselamatan warga yang
tetap tinggal disekitar semburan lumpur lapindo.
5.
Hak memperoleh keadilan
Dalam kasus
lapindo, te;lah terjadi pelanggaran hak atas keadilan pada warga korban
lapindo. Pasalnya dalam kasus tersebut warga korban lapindo yang telah
mengalami kerugian banyak malah tidak mendapat jaminan sikap dari pemerintah
atas hak-hak mereka. Selain itu masalah ganti rugi tanah oleh PT Lapindo
Berantas juga tidak adil karena tidak berpihak pada warga, sehingga dalam kasus
tersebut hak untuk memperoleh keadilan bagi warga korban lapindo serasa tidak
diindahkan.
Jadi, dalam kasus lapindo tersebut
menurut saya telah terjadi pelanggaran HAM berat didalamnya.
Melihat
kejadian tersebut, seharusnya pemerintah mengupayakan hak-hak warga negaranya
yang terampas akibat tragedy semburan lumpur lapindo tersebut, namun pada
kenyataannya pemerintah malah terkesan tidak mampu mengambil tindakan tegas
dalam memenuhi dan memulihkan hak-hak warga yang menjadi korban lumpur lapindo.
Bahkan secara nyata pemerintah juga teklah melakukan pelanggaran HAM, karena dengan
pemerintah mnerbitkan Perpres No 14 tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan
Lumpur Lpindo(BPLS), Perpres tersebut telah menghilangkan kewajiban PT Lapindo
Berantas untuk membayar ganti rugi kepada korban. Anahnya, Perpres tersebut
justru memberikan hak kepada lapindo untuk membeli tanah. Sedangkan seharusnya
dalam penggantian ganti rugi tersebut tanah warga korban lumpur lapindo tidak
hilang(menjadi milik lapindo berantas).
Jika
di telaah lagi, kita juga dapat menyoroti sikap lembaga Negara yang lainnya
yaitu Komnas HAM. Berkaitan dengan tragedy ini, Komnas HAM mengeluarkan pernyataan/putusan
bahwa kasus lumpur lapindo bukan merupakan pelanggaran HAM berat. Sedangkan
sudah jelas dalam kasus tersebut telah terjadi pelanggaran HAM berat kategori
kejahatan kemanusiaan. Saya kira keputusan tersebut sangatlah aneh, semoga saja
keputusan tersebut tidak dicampuri urusan politik yang pada akhirnya akan
merugikan wargakorban lumpur lapindo tersebut. Semoga saja…
Selanjutnya,
kita dapat melihat sikap dari pihak yang bersangkutan langsung yaitu PT Lapindo
Berantas sendiri. Dalam menyikapi kasus ini pihat lapinbdo yang notabene adalah
akar dari permasalahan ini malah terkesan tidak serius yaitu dalam masalah
penanganan, pengendalian lumpur, serta penyelesaian ganti rugi terhadap korban.
Jaminan sikap yang seharusnya melindungi hak-hak korban lumpur lapindo dari
ketiga sudut pandang(pemerintahan,komnas ham,pt lapindo berantas) kini belum
berjalan dengan baik karena adanya impunitas, pasalnya hingga 7tahun ini
pemerintah membiarkan pihak yang bersalah(PT Lapindo Berantas)untuk tetap tidak
bertanggungjawab terhadap kesejahteraan kehidupan para korban, padahal msudah
jelas pihak lapindo berantas telah melanggar Hukum atas hak-hak para korban.
Namun karena kurangnya ketegasan dari pemerintah akibatnya tindakan kejahatan
kemanusiaan tersebut tidak dipertanggungjawabkan secara hokum oleh pihak
lapindo berantas.
Sehingga para warga porong dll yang
menjadi korban semburan lumpur lapindo kini harus menerima konsekwensi yang
bukan merupakan kesalahan dari mereka yaitu berupa kehilangan tempat tinggal,
kehilangan mata pencaharian, kehilangan lahan, dan ketidakadilan atas sistim
penggantian lahan mereka, jika berandai-andai kelak jika lumpur lapindo telah
surut tanah yang merupakan bekas semburan tersebut akan menjadi milik pt
lapindo berantas sedangkan para korban lapindo tdk berhak atas tanah itu.
KESIMPULAN:
Sebuah
kasus dapat dikatakan melanggar HAM berat apabila didalamnya ada diantara dua
poin yang dilanggar yaitu kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan.
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kasus lumpur
lapindo tersebut telah terjadi pelanggaran HAM berat yaitu dalam kategori kejahatan kemanusiaan
yaitu dalam poin pengusiran/pemindahan penduduk secara paksa. Meskipun dalam
kasus lapindo kejahatan kemanusiaan yang dilanggar hanya satu poin dan
pelanggran HAM biasa banyak namun kasus tersebut tetap masuk dalam pelanggaran
HAM berat karena ada hak dalam kategori pelanggaran HAM berat yang dilanggar.
Selain itu, dalam tragedy lumpur lapindo juga terjadi serangan yang meluas yang
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Artinya dalam tragedy
terseut semburan lumpur semakin hari semakin meluas hingga menenggelamkan
banyak desa seperti dalam Perpres No 37 tahun 2012.
SARAN:
Melihat kasus lapindo yang
masalahnya hingga 7tahun ini tidak kunjung-kunjung selesai, akan lebih baik
jika pemerintahan kita mengupayakan penanganan korban dengan rencana dan aksi
yang jelas dan memenuhi standar pengelolaan yang berorientasi pada penghormatan,pemenuhan,
dan perlindungan HAM bagi warga korban lapindo. Selain itu, akan lebih baik
pula apabila pemerintah mencabut Perpres No 14 tahun 2007 tentang Badan
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo(BPLS) karena merugikan warga korban lumpur
lapindo. Kemudian pemerintah menerbitkan Perpres yang baru yang diharapkan
berpihak pada warga korban lapindo dan menjamin hak-hak mereka. Selain itu,
harapan yang tak lupa adalah semoga pemerintah mampu mengambil tindakan yang
tegas terkait dengan kasus ini, entah ditujukan untuk PT Lapindo Beantas maupun
untuk pemerintahan sendiri sehingga tidak aka nada pembiaran kejahatan yang
merugikan warga korban lapindo. oleh: ANI SOLIKHAH/A2-12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar