“Barangsiapa menginginkan sukses dunia hendaklah diraihnya dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki sukses akherat hendaklah diraihnya dengan ilmu, barangsiapa ingin sukses dunia akherat hendaklah diraih dengan ilmu” ~Iman Syafi’i

Minggu, 24 November 2013

Tragedi Lumpur Lapindo dalam Perspektif HAM


Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan. Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut.
Tragedi lumpur lapindo dimulai pada tanggal 28 mei 2006. Awalnya, lumpur lapindo itu menyembur di sebuah sawah dekat tempat pengeboran gas yang dimiliki oleh PT lapindo brantas. Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan 25.000 jiwa mengungsi dikarenakan tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur, selain itu lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring, lahan padi seluas 172,39 ha di Siring Jabon dan Pejarakan Jabon, serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang. Dalam tragedy tersebut sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini.  Empat kantor pemerintahan dan sarana pendidikan juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.
Masalah lain yang timbul akibat tragedy lumpur lapindo ini adalah meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam, serta ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan dan  tak kurang 600 hektar lahan terendam sehingga saluran listrik dan telepon juga tidak berfungsi.
            Dalam peristiwa tersebut juga terjadi beberapa peristiwa diantaranya yaitu pengusiran dan pemindahan penduduk secara paksa. Pelaku dalam pemindahan penduduk secara paksa tersebut bukanlah aparat Negara melainkan karena lingkungan sekitar warga yang semakin melebar kerusakannya akibat semburan lumpur lapindo. Melihat kejadian di atas, dapat disimpulkan bahwa kejadian tersebut merupakan pelanggaran HAM berat kategori kejahatan kemanusiaan.
            Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang sumber hokum HAM berupa Tap MPR No XVII/MPR/1998, maka sangat banyak polanggaran HAM yang terjadi dalam tragedy lumpur lapindotersebut, beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pelanggaran Hak untuk hidup
Dalam tragedy lapindo, hak setiap orang untuk hidup tentram,aman,damai,bahagia,sejahtera lahir batin dan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik kini telah dilanggar karena sudah jelas dengan adanya semburan lumpur lapindo tersebut telah membuat hidup warga tidak tentram dan lingkungan merekapun menjadi tidak sehat.
2.      Hak mengembangkan diri
Akibat semakin meluasnya semburan lumpur lapindo yang membuat warga diharuskan untuk pindah tempat tinggal, hal tersebut juga mengakibatkan tidak berfungsinya sarana pendidikan sehingga pendidikan sebagian anak korban lapindo menjadi terbengkelai dan terhenti. Karena hal itulah secara jelas hak mereka untuk mengembangkan diri dengan pendidikan yang mereka miliki telah dilanggar sehingga mereka tidak mengenyam kesempatan itu.
3.      Hak atas informasi
Dalam tragedy lumpur lapindo ini setidaknya ada hak atas informasi yang dilanggar. Karena informasi yang disampaikan oleh pihak perusahaan kepada warga bahwa tanah lokasi sumur BJP-1 dibeli bukan untuk pengeboran tetapi untuk kandang ayam. Jelas dalam kasus tersebut hak atas informasi yang diperoleh warga telah dilanggar karena pihak perusahaan tidak memberikan informasi yang sebenarnya kepada warga.
4.      Hak keamanan
Pelanggaran atas hak keamanan warga dalam tragedy lapindo ini sangat jelas terlihat karena dengan mereka dipindah secara paksa sudah pasti dalam lingkungan mereka yang baru(pengungsian) rasa aman tersebut sangatlah minim disbanding saat mereka tinggal dirumahnya semula. Sedangkan apabila mereka kembalike tempat tinggal semula mereka, maka rasa aman itupun juga tidak akan didapat. Karena dengan bahayanya semburan lumpur tersebut maka dapat mengancam keselamatan warga yang tetap tinggal disekitar semburan lumpur lapindo.
5.      Hak memperoleh keadilan
Dalam kasus lapindo, te;lah terjadi pelanggaran hak atas keadilan pada warga korban lapindo. Pasalnya dalam kasus tersebut warga korban lapindo yang telah mengalami kerugian banyak malah tidak mendapat jaminan sikap dari pemerintah atas hak-hak mereka. Selain itu masalah ganti rugi tanah oleh PT Lapindo Berantas juga tidak adil karena tidak berpihak pada warga, sehingga dalam kasus tersebut hak untuk memperoleh keadilan bagi warga korban lapindo serasa tidak diindahkan.
Jadi, dalam kasus lapindo tersebut menurut saya telah terjadi pelanggaran HAM berat didalamnya.
            Melihat kejadian tersebut, seharusnya pemerintah mengupayakan hak-hak warga negaranya yang terampas akibat tragedy semburan lumpur lapindo tersebut, namun pada kenyataannya pemerintah malah terkesan tidak mampu mengambil tindakan tegas dalam memenuhi dan memulihkan hak-hak warga yang menjadi korban lumpur lapindo. Bahkan secara nyata pemerintah juga teklah melakukan pelanggaran HAM, karena dengan pemerintah mnerbitkan Perpres No 14 tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Lpindo(BPLS), Perpres tersebut telah menghilangkan kewajiban PT Lapindo Berantas untuk membayar ganti rugi kepada korban. Anahnya, Perpres tersebut justru memberikan hak kepada lapindo untuk membeli tanah. Sedangkan seharusnya dalam penggantian ganti rugi tersebut tanah warga korban lumpur lapindo tidak hilang(menjadi milik lapindo berantas).
            Jika di telaah lagi, kita juga dapat menyoroti sikap lembaga Negara yang lainnya yaitu Komnas HAM. Berkaitan dengan tragedy ini, Komnas HAM mengeluarkan pernyataan/putusan bahwa kasus lumpur lapindo bukan merupakan pelanggaran HAM berat. Sedangkan sudah jelas dalam kasus tersebut telah terjadi pelanggaran HAM berat kategori kejahatan kemanusiaan. Saya kira keputusan tersebut sangatlah aneh, semoga saja keputusan tersebut tidak dicampuri urusan politik yang pada akhirnya akan merugikan wargakorban lumpur lapindo tersebut. Semoga saja…
            Selanjutnya, kita dapat melihat sikap dari pihak yang bersangkutan langsung yaitu PT Lapindo Berantas sendiri. Dalam menyikapi kasus ini pihat lapinbdo yang notabene adalah akar dari permasalahan ini malah terkesan tidak serius yaitu dalam masalah penanganan, pengendalian lumpur, serta penyelesaian ganti rugi terhadap korban. Jaminan sikap yang seharusnya melindungi hak-hak korban lumpur lapindo dari ketiga sudut pandang(pemerintahan,komnas ham,pt lapindo berantas) kini belum berjalan dengan baik karena adanya impunitas, pasalnya hingga 7tahun ini pemerintah membiarkan pihak yang bersalah(PT Lapindo Berantas)untuk tetap tidak bertanggungjawab terhadap kesejahteraan kehidupan para korban, padahal msudah jelas pihak lapindo berantas telah melanggar Hukum atas hak-hak para korban. Namun karena kurangnya ketegasan dari pemerintah akibatnya tindakan kejahatan kemanusiaan tersebut tidak dipertanggungjawabkan secara hokum oleh pihak lapindo berantas.
Sehingga para warga porong dll yang menjadi korban semburan lumpur lapindo kini harus menerima konsekwensi yang bukan merupakan kesalahan dari mereka yaitu berupa kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, kehilangan lahan, dan ketidakadilan atas sistim penggantian lahan mereka, jika berandai-andai kelak jika lumpur lapindo telah surut tanah yang merupakan bekas semburan tersebut akan menjadi milik pt lapindo berantas sedangkan para korban lapindo tdk berhak atas tanah itu.

KESIMPULAN:
            Sebuah kasus dapat dikatakan melanggar HAM berat apabila didalamnya ada diantara dua poin yang dilanggar yaitu kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kasus lumpur lapindo tersebut telah terjadi pelanggaran HAM berat  yaitu dalam kategori kejahatan kemanusiaan yaitu dalam poin pengusiran/pemindahan penduduk secara paksa. Meskipun dalam kasus lapindo kejahatan kemanusiaan yang dilanggar hanya satu poin dan pelanggran HAM biasa banyak namun kasus tersebut tetap masuk dalam pelanggaran HAM berat karena ada hak dalam kategori pelanggaran HAM berat yang dilanggar. Selain itu, dalam tragedy lumpur lapindo juga terjadi serangan yang meluas yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Artinya dalam tragedy terseut semburan lumpur semakin hari semakin meluas hingga menenggelamkan banyak desa seperti dalam Perpres No 37 tahun 2012.

SARAN:
            Melihat kasus lapindo yang masalahnya hingga 7tahun ini tidak kunjung-kunjung selesai, akan lebih baik jika pemerintahan kita mengupayakan penanganan korban dengan rencana dan aksi yang jelas dan memenuhi standar pengelolaan yang berorientasi pada penghormatan,pemenuhan, dan perlindungan HAM bagi warga korban lapindo. Selain itu, akan lebih baik pula apabila pemerintah mencabut Perpres No 14 tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo(BPLS) karena merugikan warga korban lumpur lapindo. Kemudian pemerintah menerbitkan Perpres yang baru yang diharapkan berpihak pada warga korban lapindo dan menjamin hak-hak mereka. Selain itu, harapan yang tak lupa adalah semoga pemerintah mampu mengambil tindakan yang tegas terkait dengan kasus ini, entah ditujukan untuk PT Lapindo Beantas maupun untuk pemerintahan sendiri sehingga tidak aka nada pembiaran kejahatan yang merugikan warga korban lapindo.                                                          


oleh: ANI SOLIKHAH/A2-12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar